Maafkan Aku Istriku, Ujian Itu Seharusnya Membuat Aku Lebih Sabar................
Ini adalah kisah tentang sepasang suami istri, yang dalam bahtera
rumah tangga tersebut, Allah memberikan ujian dengan belum hadirnya buah
hati ditengah- tengah kehidupan mereka. Semoga menjadi hikmah bagi kita
semua, bahwa ujian adalah memang bagian dari kehidupan yang seharusnya
membentuk kita agar menjadi pribadi yang lebih sabar.
Alkisah, suatu hari seorang suami yang setelah pulang dari bekerja,
mendapati rumahnya kosong tidak berpenghuni. Istrinya tidak berada
dirumah kala itu.
Entah mengapa, tiba- tiba seketika itu,
meledaklah emosinya. Hal ini semakin bertambah, apalagi setelah melihat
istrinya yang tiba- tiba muncul dari balik pintu.
Berkatalah sang
suami dengan kemarahannya yang sangat, " Dari mana saja kau?, aku capek
pulang kerja kau malah kelayapan di luar "
Si istri tersenyum, dia
berniat menjawab pertanyaan suaminya untuk memberikan penjelasan, namun
tiba- tiba lehernya terasa seperti tercekik. Sang suami menarik jilbab
panjang yang dipakainya hingga nyaris sobek. Dan seketika itu pula si
istri terjatuh di tanah.
Sejenak sang istri menghela nafas, dan
tak terasa air matanya jatuh. Tapi ditahannya mulutnya sendiri agar
tidak mengucapkan sesuatu yang membuat kemarahan suaminya semakin
menjadi- jadi.
" Aku akan membuatkan air hangat untuk kau mandi, suamiku" kata sang istri sambil menyeka air matanya dan mencoba berdiri.
" Tidak usah!" Jawab sang suami dengan keras.
"
Semakin lama, aku bosan dengan keadaan seperti ini. Aku ingin anak
darimu, tapi mengapa kau malah mandul. Dasar istri tidak berguna!"
Lanjut suaminya dengan sangat marah.
" Maaf" jawab si istri pelan.
"
Sudahlah! tidak ada gunanya kau minta maaf. Kau ku ceraikan saat ini
juga. Aku ingin wanita yang bisa memberiku anak" Jawab suaminya.
Sang
istri rasanya seperti tersambar petir, ketika suaminya mengatakan kata
cerai yang begitu tanpa beban keluar dari mulutnya. Dia benar- benar tak
habis pikir, mengapa suaminya begitu sangat tega kepadanya, bahkan
sebelum dia memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukannya tadi di
luar.
Dia pun bertanya pada dirinya sendiri, mengapa setelah bertahun-
tahun mereka menikah, dan dengan sepenuh hati dia telah melayani
suaminya, namun dalam hitungan detik saja, suaminya telah tega
menceraikannya.
Sang istri terus memohon kepada suaminya agar tidak menceraikannya,
namun suaminya bahkan semakin lagi dan lagi dalam mengucapkan kata cerai
bahkan sampai 3 kali. Setelah itu, di usirlah sang istri dari rumahnya.
Keesokan
harinya, datanglah seorang ibu tua yang ingin bertamu hendak menemui
sang istri. Suaminya hanya menjawab singkat kalau sang istri sudah tidak
menghuni rumah tersebut. Si ibu tua kemudian minta ijin menjelaskan
sebentar tentang maksud kedatangannya kali ini. Dia berkata bahwa dia
ingin melanjutkan pembicaraan yang terpotong di hari sebelumnya tentang
niat sang istri tersebut untuk melamar putrinya tersebut untuk menjadi
istri kedua bagi suaminya.
Mendengar hal itu, Sang suami benar- benar terkejut dan tidak menyangka,
" Benarkah itu? " tanyanya pendek
" Ya, dia bilang dia ingin menyenangkanmu dengan memberikanmu istri
yang baru, agar kau beroleh keturunan.Namun dia tergesa- gesa pulang,
karena teringat pada jam itu kau pasti sudah pulang, dan dia sangat
ingin menyiapkan kebutuhanmu di rumah" Jawab si ibu menjelaskan
Si
suami tidak bisa berkata apa- apa lagi. Rasanya tercekat tenggorokannya
untuk mengeluarkan bahkan hanya untuk sebuah kata. Dia tidak menyangka,
bahwa sang istri telah begitu luas hatinya demi kebahagiaannnya. Namun
dia balas semua itu dengan kata thalak 3 yang dengan mudah terlontar
untuknya begitu saja, kemarin.
Akhirnya...
Dengan perasaan penuh sesal, sang suami terus melanjutkan hidup.
Dan kali ini episode hidupnya telah sampai pada sebuah pernikahannya yang kedua. Dia menikahi anak dari ibu tua tersebut.
Setelah
setahun berlalu, merekapun ternyata belum kunjung dikaruniai seorang
anak. Terbersit keinginan sang suami untuk memperoleh keterangan tentang
kesehatannya kepada seorang dokter. Setelah beberapa hari, diperoleh
keterangan ternyata bahwa dialah yang mandul.
Seketika,
muncullah kembali bayangan istrinya terdahulu yang begitu sholihah,
sangat pengertian, serta sabar menerima keadaan. Hal apapun dihadapi
istrinya itu dengan ikhlas tanpa keluhan, walaupun batin sang istri
sendiri sering disakiti oleh perangai suaminya yang mudah marah dan
sering kali memukulnya.
Rasa penyesalan dan sedih berkepanjangan
semakin menyeruak dalam benak sang suami saat itu. Dia merasa bahwa ini
adalah hukuman dari Allah karena telah menyia- nyiakan istrinya yang
terdahulu yang telah dengan setia menemaninya bertahun- tahun. Bertahun-
tahun pula dia menuduh bahwa sang istri yang bermasalah karena tidak
bisa mengandung seorang anak. Namun, ternyata kini semua telah jelas,
bahwa dialah justru yang "bermasalah".
Dan kini, tidak tersisa apapun baginya kecuali penyesalan yang
sangat. Dalam sedih dia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu
menghormati istrinya, dan tidak akan dengan gampang mengumbar amarah
kepada istrinya kembali, terutama dengan tindakan yang begitu ringannya
dia mengobral kata cerai bagi pasangan hidupnya.
(Syahidah/voa-islam.com)